Ketimpangan Tunjangan Kinerja ASN

Dalam pekan ini, jagat media dihebohkan kasus penganiayaan remaja yang pelakunya anak seorang pejabat Kanwil Pajak Jakarta Selatan. Hal yang mengundang perhatian adalah bukan saja aksi kekerasan yang dilakukan, melainkan juga gaya hidup anak pejabat tersebut. Suka pamer kekayaan orang tuanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengecam gaya hidup mewah keluarga jajaran Kemenkeu. Reputasi Kemenkeu menjadi rusak (Republika, 23/2/2023). Ini kasus kesekian kalinya gaya hidup dan kekayaan pegawai Kemenkeu disorot.

Masih ingat nama Gayus Tambunan yang kasusnya menghebohkan Indonesia? Pegawai pangkat III A di Direktorat Jenderal Pajak, Kemenkeu. Masa kerjanya baru 10-an tahun, tetapi simpanan uang di rekeningnya Rp 28 miliar.

Dari peristiwa ini, tidak heran banyak sorotan pada penghasilan ASN Kemenkeu. Bahkan, ada istilah ASN sultan untuk ASN yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak dan jajarannya.

Hal yang membedakannya dengan ASN lain di Indonesia adalah penghasilan yang diterima setiap bulannya dalam bentuk tunjangan kinerja (tukin). Tukin pegawai Kemenkeu tertinggi se-Indonesia. Tukin antarkementerian/lembaga berbeda, nominalnya berbeda, gaji sama.

Acuannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji PNS. Gaji ASN ditentukan sesuai masa kerja dan golongan.

Ketimpangan tukin

Adanya ketimpangan nominal tukin yang diterima ASN di setiap kementerian/lembaga memang nyata. Sebagai contoh, tukin ASN terendah di Indonesia diterima pegawai Kementerian Agama.

Berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 11 tahun 2019 tentang Pemberian Tunjangan Kinerja Pegawai pada Kemenag, pegawai Kemenag dengan kelas jabatan 9 atau selevel Eselon 4 setiap bulan menerima tukin Rp 3,7 juta. Kelas jabatan tertinggi grade 17 sebesar Rp 29 juta.

Di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), peneliti dengan jabatan grade 9 dibayar tukinnya Rp 5 juta per bulan. Kelas jabatan tertinggi di BRIN grade 17 dibayar Rp 33 juta.

Bandingkan dengan tukin pegawai Ditjen Pajak, Kemenkeu untuk jabatan grade 9 dibayar Rp 9,7 juta – Rp 13,3 juta per bulan. Pegawai grade 13 tukinnya mencapai Rp 15,1 juta – Rp 17,2 juta.

Pertanyaannya, apa acuan dalam penetapan tukin ini.

Dari besaran angka ini, bisa dilihat perbedaan penghasilan setiap bulannya. Seorang pegawai biasa di Ditjen Pajak dengan grade 13, tukinnya lebih besar dari tukin yang diterima peneliti utama BRIN yang per bulannya Rp 10,9 juta di grade 13. Bahkan, tukin seorang profesor riset di BRIN lebih rendah dari pegawai biasa di Ditjen Pajak tersebut.

Pertanyaannya, apa acuan dalam penetapan tukin ini. Apakah kinerja pegawai Kemenkeu lebih tinggi dan hebat dari pegawai Kemenag, BRIN, atau kementerian/lembaga lainnya.

Apakah seorang penyuluh agama di pulau terpencil kinerjanya lebih rendah dari seorang pegawai kantor pajak, yang notabene memang tugasnya dalam meningkatkan penerimaan negara.

Memberikan efek jera

Pemberian tukin atau penerapan remunerasi merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengarah kepada tata kelola pemerintahan yang baik, yang dibarengi reformasi birokrasi. Terdapat kaitan sangat erat antara kompensasi dan kualitas pelayanan publik.

Peningkatan kualitas pelayanan publik juga ditentukan adanya motivasi, tetapi tumbuhnya motivasi yang bagus karena adanya kompensasi yang tinggi (Susanto, 2016).

Pemberian tukin atau penerapan remunerasi merupakan salah satu usaha pemerintah untuk mengarah kepada tata kelola pemerintahan yang baik, yang dibarengi reformasi birokrasi.

Kebijakan pemberian tukin dimulai sejak 2014 pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tunjangan ini diberikan sebagai instrumen untuk meningkatkan kinerja pegawai atas pelaksanaan reformasi birokrasi di instansi tersebut.

Terdapat sembilan kementerian/lembaga yang mendapat tukin yang dibayarkan terhitung mulai Juli 2014.

Versi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), dalam menentukan tukin, tidak otomatis langsung ditentukan, tetapi menggunakan indeks reformasi birokrasi (RB).

Adapun perhitungannya akan menjadi basis dalam mengukur dampak reformasi birokrasi di kementerian/lembaga terhadap masyarakat. Perhitungan tukin tidak didesain untuk disetarakan, tetapi didasarkan pada dampak reformasi birokrasi terhadap masyarakat.

Dalam konsep remunerasi terkandung pengertian bahwa setiap pegawai akan mendapatkan imbalan sangat layak sesuai kinerja.

Dalam konsep remunerasi terkandung pengertian bahwa setiap pegawai akan mendapatkan imbalan sangat layak sesuai kinerja. Sebaliknya, jika mereka melakukan tindakan-tindakan tak patut, perlu juga mendapat balasan setimpal.

Dengan demikian, ada keadilan antara hak dan kewajiban, imbalan dan sanksi. Adanya kasus pegawai kementerian yang tukinnya tertinggi, tetapi melakukan praktik korupsi dan gaya hidup hedon, harusnya jadi bahan evaluasi bagi KemenPAN RB dan pihak terkait lainnya.

Tak sebatas memproses hukum pegawai yang bersangkutan, tetapi instansinya juga perlu dievaluasi dan ditindak.

Punishment-nya bisa saja dievaluasi tukin kementerian minimal di instansi pegawai yang bersangkutan. Ini bisa dilakukan untuk menghindari stigma adanya ASN istimewa, ASN sultan, ASN kaya raya karena fasilitas negara.

DEDI ARMANPeneliti Pusat Riset Kewilayahan-BRIN